Wednesday 12 December 2012

Keseimbangan Garis Vertikal Dan Horizontal

Dari Abi Dzar al-Ghifary radhiyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اتَّـقِ اللهَ حَيْثُ مـَا كُنْتَ وَأَتْبِـعِ السَّـيِّأَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَـا وَخَـالِقِ النَّاسَ بِخُلُـقٍ حَسَـنٍ (رواه الترمذي)

Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan satu kelebihan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, melebihi batas kapasitas orang-orang biasa, pun mereka memiliki kehebatan dalam berbicara dan berorasi ataupun penulis yang telah dikenal dengan kepiawaiannya bermain kata. Kelebihan Jawami'ul kalim yang hanya dimiliki oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kalimat yang sedikit namun memiliki cakupan luas. Itulah pelajaran yang akan kita petik dari hadits singkat di atas.



Jika kita lihat hadits tadi, ada tiga hal yang dapat kita petik darinya. Cakupan itu menjelaskan universalitas Islam, cakupan yang melingkupi seluruh dimensi kehidupan personal dan majemuk, dimensi bumi maupun langit, aspek ibadah kepaa Allah secara khusus maupun mu'amalah sesama manusia. Garis itu membentang horizontal ke arah sesama (makkhluk) dan garis vertikal kepada sang Khaliq; Allah Subhanahu wa ta'ala. Kewajiban yang harus kita penuhi kepada Allah dan hak orang lain yang juga tak kalah pentingnya dan harus kita penuhi.
Pertama,
اتَّـقِ اللهَ حَيْثُ مـَا كُنْتَ

"Bertaqwalah kalian kepada Allah di manapun kalian berada"
Shahabat Ali Karramallahu wajhahu mendefinisikan taqwa sebagai:

1.    الخَوْفُ مِنَ الجَلِيْل    : Rasa takut seorang hamba kepada Allah.

2.    العَمَلُ بِالـتَّنْزِيْل        : Ketundukan untuk beramal dengan apa yang Allah turunkan berupa Al Quran maupun hadits Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam.


3.    القَنَـاعَةُ بِالقَلِـيْل        : Merasa cukup dengan rezeki yang Allah berikan walaupun 'sedikit'.

4.    الإسْـتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْل : Bersiap-siap untuk melakukan perjalanan jauh menuju kampung akhirat.


Suatu ketika Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu juga ditanya tentang taqwa maka kata beliau: taqwa itu ibarat engaku berjalan di atas jalan yang berduri, maka engkau akan berjingkat dan berhati-hati agar kakimu tak terluka dengan duri-duri itu. Itulah taqwa, sebagai bentuk kehati-hatian dan rasa takut seorang hamba agar menjauhkan diri dari duri-duri yang melukai kaki untuk melakukan perjalanan ke negeri akhir, mengerjakan apa yang telah Allah syariatkan dengan berpedoman dengan Al Quran dan Sunah Rasulullah Shallallahu 'alahihi wa sallam.

Inilah kewajiban yang harus kita penuhi kepada Allah; Maha Pencipta dan Pengatur serta Pengendali segala urusan makhluk-makhlukNya yang ubun-ubun mereka berada dalam genggamanNya.

Kewajiban kedua adalah bentuk perintah untuk mengiringi keburukan dengan amal-amal kebaikan.
وَأَتْبِـعِ السَّـيِّأَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَـا

"…dan iringilah keburukanmu dengan amal kebaikan, niscaya kebaikanmu akan menghapus keburukan itu ..."

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah bermaksud memberi celah selebar-lebarnya agar berbuat dosa sekehendak kita, toh ada banyak amal-amal kebaikan yang dapat menghapus keburukan apapun yang kita lakukan. Akan tetapi Allah membentangkan rahmatNya sebagai motivasi bagi hamba-hambaNya untuk menanam benih sebanyak mungkin sebagai bekal di kehidupan setelah kematian. Karena seorang mukmin todak mungkin mempermainkan Allah dengan bertaubat dan mengulang untuk melakukan perbuatan dosanya. Namun hadits itu juga tidak menafikan adanya penghapusan dosa dengan amalan shalih yang kita lakukan. Allah memberi ampunan seluas-luasnya dengan memperbanyak istighfar, usaha untuk meninggalkan kemaksiatan, dengan taqwa yang juga Allah singgung dalam Al Quran:
"Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan hendaklah berkata dengan perkataan yang benar (jujur), niscaya Allah akan memperbaiki amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya maka sesungguhnya dia memperoleh kemenangan yang besar" (Al-Ahzab: 70-71)

Kemudian yang terakhir adalah hak orang lain yang harus kita penuhi dengan bermuamalah sebaik-baiknya kepada mereka.
وَخَـالِقِ النَّاسَ بِخُلُـقٍ حَسَـنٍ

"… dan hendaklah bergaul dengan orang lain dengan akhlak yang baik". Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga ditanya tentang sebab banyak manusia masuk surga. Maka bellaiu menjawab, "Taqwa kepada Allah dan memperbaiki akhlaq". (HR. Ahmad).

Itulah Islam. Keindahannya menembus batas territorial Negara, menembus ras dan tidak mempedulikan muslim maupun kafir. Selama mereka menyandang 'gelar manusia', maka mereka memiliki hak atas kita yang harus kita tunaikan dengan memiliki batasan-batasan toleransi tentunya.

Karena selama sarang lebah tidak diusik, maka lebahpun tak akan pernah mengentup.
Wallahu a'lam bisshawab.

Oleh: Zulfi Syafriadi B.A, LL.B

No comments:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube