Saturday 8 December 2012

BOLEHKAH BERKURBAN UNTUK ORANG MATI



Tidak lama lagi insha Allah hari raya kita, hari raya umat muslim sedunia segera datang. Hari raya iedul adha. Idul adha adalah hari berkurban kita kaum muslimin seperti yang dicontohkan oleh Nabiyullah Ibrahim Alaihissalam berabad-abad yang lalu. Sebuah ibadah besar pasti perlu tata cara dan tuntunan sesuai dengan yang diajarkan Rosulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Oleh karena itu beberapa permasalahan pasti akan muncul mengenai hal tersebut, termasuk permasalahan ini, “bolehkah kita berkurban untuk seseorang yang sudah mati?”
.

Dalam hal ini ada dua perkara, pertama adalah jika kurban tersebut adalah wasiat dari si mayit sebelum meninggal maka hal ini wajib dilaksanakan oleh ahli warisnya. Karena hal ini termasuk hak mayit atas hartanya yang harus dilaksanakan sebelum ahli waris mendapatkan hak waris dari si mayit. Seperti dalam firman Allah Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 181). Begitu juga jika kurban tersebut adalah nadzar si mayit, maka hal ini menjadi wajib dilaksanakan oleh ahli waris karena nadzar tersebut adalah hutang dari si mayit sebelum meninggal.

Perkara kedua adalah bagaimana jika kurban tersebut bukan termasuk wasiat ataupun nadzar dari mayit, melainkan hanya inisiatif dari ahli warisnya supaya pahala kebaikan mengalir kepada simayit? Dalam masalah ini terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Jumhur ulama madzah hanafi, hanbali, dan maliki membolehkan hal ini, hanya saja madzhab maliki menghukuminya sebagai makruh. (lihat Mausuu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyyah 5/105-106)

Ibnu Abidin dari madzhab hanafi berkata,"Seandainya jika ahli waris sang mayit berqurban untuknya karena perintah sang mayit maka wajib bagi ahli waris untuk menyedekahkan sembelihan tersebut dan tidak boleh memakan dari sembelihan tersebut. Adapun jika sang ahli waris bersedekah atas nama sang mayit karena dari kebaikannya sendiri (bukan perintah sang mayit-pen) maka dia boleh memakan dari sembelihan tersebut karena dialah pemilik hewan sembelihan, dan pahalanya untuk sang mayit" (Roddul Muhtaar 9/484, tahqiq : Adil Ahmad Abdul Maujuud, Daar 'Aaalam al-Kutub)
Imam Ibnu Taimiyah berkata dari madzhab Hanbali berkata,”Dan berqurban atas nama mayit lebih afdol dari pada bersedekah atas nama mayit dengan uang senilai harga hewan qurban" (al-Ikhtiyaaroot al-Fiqhiyah hal 178, tahqiq : Ahmad al-Kholil, Daar al-'Aashimah, silahkan lihat juga kitab al-Iqnaa' hal 408 dan Kasyful Qinaa' 3/21)

Adapun Ulama madzhab Syafi’iyah memiliki dua pendapat dalam perkara ini. Ada yang melarang dan menganjurkan. Namun jumhur melarang perkara ini. Imam Nawawi Rahimahullah berkata, "Adapun berkurban atas nama mayit maka Abul Hasan Al-'Abbaadiy (wafat 495 H, lihat Tobaqoot As-Syaafi'iyah al-Kubro 5/364-365 –pen) membolehkan secara mutlak, karena berkorban atas nama mayit adalah salah satu bentuk dari bersedekah, dan bersedekah atas nama mayit hukumnya sah dan bermanfaat bagi sang mayit dan pahalanya sampai kepadanya berdasarkan ijmak ulama. Dan penulis kitab al-'Uddah demikian juga Al-Bagowiy menyatakan berkurban atas nama mayit tidak sah, kecuali jika sang mayit –dimasa hidupnya- pernah mewasiatkan hal itu. Ini adalah pendapat yang diyakini kebenarannya oleh Ar-Rofi'iy". (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab 8/382, tahqiq : Al-Muthi'iy, cetakan Maktabah Al-Irsyaad Jeddah)

Kemudian selain pendapat-pendapat di atas ada beberapa dalil para ulama yang membolehkan dan melarang perkara tersebut:

Diantara dalil ulama-ulama yang membolehkannya adalah mereka menukil perkataan dari al imam Ibnu Taimiyah,”Sesungguhnya mayit mendapatkan manfaat dengan sedekah atas namanya dan juga memerdekakan budak atas namanya, berdasarkan nash dari Sunnah Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dan Ijmak ulama" (Jaami' al-Masaail 5/204). Kemudian dalam perkara berkurban untuk mayit karena ikutan. Seperti berkurban untuk dirinya dan keluarganya, termasuk yang sudah meninggal karena mereka juga bagian dari keluarga. hal ini seperti dalam Hadits Rasululloh, “Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ 4/355 no. 1142). Imam Asy Syaukani berkata,” Qurban kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut ada 100 jiwa atau lebih.” (Nailul Awthoor 8:125).

Kemudian diantara dalil ulama-ulama yang melarang adalah bahwasanya berkurban khusus di niatkan untuk mayit bukan karena ikutan keluarga, maka hal ini Rosulullah tidak pernah mencontohkan. Beliau tidak pernah sekalipun berkurban niyatan khusus untuk orang-orang terdekatnya yang sudah meninggal, seperti paman beliau Hamzah, istri beliau tercinta Khadijah dan untuk anak-anak beliau. (Lihat penjelasan Syaikh al-Utsaimin dalam kitabnya Ahkaam al-Udhiyah wa az-Zakaat hal 17-18, sebagaimana diringkas oleh ustadz Muhammad Abduh Tuasikal di http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/4057-niatan-qurban-untuk-mayit.html) Wallahua’alam






Oleh: Azhar Nur Rachman






No comments:

Post a Comment

  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube